Follow

Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use

Eksistensi BPKH Diperlukan untuk Independensi Pengelolaan Dana Haji

JAKARTA -DPP Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) menilai Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) adalah hasil perjuangan umat, bukan sekadar kebijakan pemerintah. Sehingga eksistensinya harus dipertahankan untuk menjaga independensi pengelolaan dana haji.

IPHI juga menolak pembubaran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan mengusulkan amandemen Undang-Undang No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

“Dana haji ini milik umat, bukan milik negara. Jangan ada upaya untuk menariknya kembali ke kendali pemerintah. Pengelolaannya harus tetap berada di tangan lembaga independen yang transparan dan profesional,” kata Pengurus IPHI Anshori dalam kengan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (8/3/2025).

Advertisement

Menurutnya, IPHI adalah salah satu pencetus dan pendiri BPKH, sehingga akan berdiri di garis depan untuk mempertahankan keberadaan lembaga tersebut.

Ia mengingatkan bahwa sebelum ada BPKH, dana haji dikelola dengan banyak celah rawan penyalahgunaan. Dengan begitu, menurutnya pembubaran BPKH bukan solusi, tetapi justru langkah mundur yang berisiko besar bagi kepercayaan jamaah.

IPHI juga menilai perlu dilakukan revisi UU No. 34 Tahun 2014 untuk meningkatkan tata kelola keuangan haji agar lebih transparan, profesional, dan berpihak kepada jamaah dengan mengajukan sejumlah usulan strategis, diantaranya:

Penyelarasan peran BPKH dan Badan Pelaksana Haji (BPH) agar tidak terjadi tumpang tindih dalam regulasi dan penyelenggaraan haji.

Pembentukan Komite Tetap Haji guna meningkatkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, sehingga kebijakan fiskal dan efisiensi biaya haji lebih optimal.

“Selain itu menjadikan Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Haji dan Umrah, agar sistem keuangan haji lebih terintegrasi dengan perbankan syariah yang berpihak pada jamaah. Juga penyediaan modal tambahan bagi BPKH guna memperbesar kapasitas investasi yang berkelanjutan dan menguntungkan jamaah,” jelasnya.

Masukan lainnya berupa penguatan manajemen risiko keuangan, termasuk penerapan cadangan risiko (Risk Reserve) dan strategi lindung nilai (Hedging) untuk mengantisipasi fluktuasi ekonomi global.

Strategi rekapitalisasi dan restrukturisasi investasi guna mencegah kerugian dan menjaga stabilitas dana haji serta pengaturan kuota haji yang lebih seimbang, agar peningkatan jumlah jamaah tetap selaras dengan kapasitas finansial BPKH.

Keberlanjutan subsidi haji dan efisiensi dana, termasuk penerapan kontrak jangka panjang (multi-year contract) untuk biaya pemondokan, transportasi, dan konsumsi jamaah.

“Fleksibilitas dalam layanan haji, termasuk opsi upgrade dari haji reguler ke haji khusus serta pelunasan biaya haji secara angsuran, integrasi layanan digital dalam pengelolaan dana haji agar lebih transparan dan mudah diakses oleh jamaah, UU ini harus direvisi agar BPKH tidak hanya bertahan, tetapi semakin kuat dan profesional. Jika ada kekurangan, kita perbaiki, bukan malah membubarkannya,” ujar Anshori.

IPHI juga mengingatkan di tengah isu yang berkembang, IPHI dengan tegas menolak segala upaya pembubaran atau penggantian bentuk BPKH.

Pembina IPHI, KH. Ahmad Gufron, mengingatkan bahwa langkah tersebut justru bisa menjadi bencana bagi pengelolaan dana haji.

“Jika ada kelemahan dalam BPKH, mari kita perbaiki. Tapi membubarkan? Itu seperti membakar lumbung hanya untuk menangkap tikus! Jangan main-main dengan amanah umat,” tegas KH. Ahmad Gufron.

Sri Ratnawati, perwakilan IPHI lainnya mengakui BPKH bukan tanpa kekurangan, tetapi solusinya bukan dengan membongkar sistem yang sudah ada. Menurutnya, keberlanjutan dan transparansi jauh lebih penting dibandingkan pembentukan lembaga baru yang belum tentu lebih baik.

IPHI Akan Terus Mengawal Perubahan UU No. 34 Tahun 2014. IPHI menegaskan tiga poin utama:

1. BPKH harus tetap dipertahankan sebagai lembaga independen dalam pengelolaan dana haji.

2. Revisi UU No. 34 Tahun 2014 harus berfokus pada penguatan tata kelola, transparansi, dan profesionalisme, bukan malah menghapus lembaga yang sudah berjalan.

3. Menolak dengan tegas pembubaran BPKH, karena perbaikan tata kelola lebih rasional daripada merombak sistem yang sudah ada.

IPHI juga menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal revisi UU ini agar pengelolaan dana haji tetap berada di jalur yang benar, tanpa ada intervensi kepentingan politik atau upaya merugikan jamaah haji Indonesia.

“Kami tidak akan tinggal diam. Ini amanah besar yang harus kita jaga. Jangan biarkan dana haji kembali ke tangan yang tidak semestinya!” tutup Anshori. (infopublik.id)

Add a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use
Advertisement