JAKARTA ,channel-indonesia.com- Papua dan Papua Barat kini telah kondusif dan aman, roda perekonomian dan bermasyarakat juga sudah pulih kembali pasca kerusuhan di Papua beberapa hari lalu. Banyak pemicu yang menimbulkan kericuhan di bumi cenderawasih tersebut.
Berawal dari kericuhan di asrama pemuda Papua di Surabaya, dimana provokatornya yang merupakan salah satu simpatisan FKPPI bernama Tri Susanti yang kini telah mendekam di penjara. FKPPI langsung memberhentikan Tri Susanti dari keanggotaan pasca terlibat dalam aksi di asrama mahasiswa Papua di jalan Kalasan Surabaya hingga memicu gelombang demo di Papua.
Pemecatan terhadap Tri Susanti dilakukan oleh FKPPI Surabaya setelah dari hasil pemeriksaan pihak kepolisian Tri Susanti terlibat sebagai korlap dalam aksi massa di asrama Papua. FKPPI menyatakan tidak ikut terlibat dalam aksi tersebut.
Lalu kepolisian kembali menciduk sumber provokator kerusuhan di Tanah Papua, polisi menetapkan aktivis advokasi hak asasi manusia (HAM), Veronica Koman (VK) sebagai tersangka dugaan provokasi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Dia diduga ikut menyebarkan konten berita hoaks dan provokatif terkait peristiwa kerusuhan di Papua dan Papua Barat lewat akun Twitter pribadinya @VeronicaKoman. kasus ini sedang didalami Polda Jawa Timur dengan bantuan Direktorat Siber Bareskrim.
“Jadi saudari VK hari ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim. Itu pun sama dari akun di Twitter-nya yang terus menyampaikan narasi-narasi, foto, video, baik bersifat provokatif maupun berita-berita hoaks,” kata Dedi kepada wartawan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (4/9/2019)
Penelusuran terhadap sumber api kerusuhan di Papua dan Papua Barat tidak terbatas pada kedua wanita tersebut diatas, pemerintah terus menelusuri hingga ke titik puncaknya. Siapakah aktor penyulut kerusuhan di bumi cenderawasih sendiri…? keterlibatan Benny Wenda sebagai pimpinan kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat. tokoh Papua ini disebut-sebut menjadi provokator yang menyebabkan kericuhan di Papua dalam beberapa hari terakhir.
Namun upaya pengusutan itu terbentur satu masalah. Benny Wenda bukanlah warga negara Indonesia, melainkan telah menjadi warga negara Inggris, otomatis, pemerintah tak bisa begitu saja memeriksa maupun menangkap Benny Wenda.
Benny Wenda mendapatkan suaka dari Negara Inggris, tapi, kalau dia ke Indonesia bakal lain ceritanya.
” Tatkala mereka sudah bukan warga negara Indonesia dan sudah ada perlindungan suaka dari negara lain, maka prosesnya tidak segampang itu Kalau masuk ke Indonesia, ya, saya tangkap, kita proses,” kata Menko Polhukam Wiranto kepada awak media di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Wiranto menegaskan pemerintah Indonesia tidak tinggal diam begitu saja dengan narasi provokatif yang kerap disuarakan Benny Wenda di dunia internasional.
“Narasi dari Kemenlu sudah disiapkan dan kita sendiri sudah menghubungi teman-teman di negara Pasifik Selatan untuk memberikan barrier sehingga tidak terpengaruh,” ungkap Wiranto seraya mengakhiri pertanyaan wartawan.
Lalu siapakah Benny Wenda….?
Dihimpun dari berbagai sumber, Benny Wenda sendiri merupakan orang lama dalam gelombang pergerakan masyarakat Papua. Dia lahir pada 17 Agustus 1974 di Lembang Baliem, Papua dan tumbuh dengan menghirup udara sejak kecil di bumi cenderawasih.
Dalam laman bennywenda.org disebutkan, saat kuliah Benny pernah memprakarsai kelompok diskusi untuk siswa Papua di Jayapura. Kelompok ini dibuat dengan tujuan agar anak Papua tetap bangga meski menjadi korban diskriminasi.
Tak hanya itu, setelah orde baru tumbang, Benny kemudian menjadi pemimpin Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka (Demmak), Majelis Suku Koteka. Demmak inilah yang kemudian mewacanakan kemerdekaan Papua dari Indonesia serta menolak otonomi khusus dan kompromi politik lainnya dari pemerintah.
Pada tahun 2006, tepatnya 6 Juni, Benny ditangkap dan ditahan di Jayapura karena diduga menjadi dalang dari serangan ke Polsek Abepura dan pembakaran toko pada 7 Desember 2000.
Insiden ini kemudian menewaskan dua orang yaitu polisi dan penjaga. Akibat perbuatannya itu, Benny kemudian divonis selama 25 tahun. Alih-alih menyelesaikan hukumannya, dia melarikan diri dari penjara dan keluar dari Indonesia hingga akhirnya diselundupkan oleh aktivis Papua Merdeka lainnya ke Papua Nugini.
Setelah masuk ke wilayah Papua Nugini, Benny lantas menerima suaka politik dari kelompok LSM Eropa dan pindah ke Inggris di tahun 2003 kemudian menetap di sana.
Meski tinggal di Inggris, Benny terus melakukan langkah-langkah agar Papua segera merdeka. Dia pun membentuk United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada 7 Desember 2014 di Vanuatu dan ditunjuk sebagai ketuanya.
Gerakan bentukannya itu lantas menjadi payung dari tiga gerakan pro kemerdekaan Papua lain, yakni Republik Federal Papua Barat (Federal Republic of West Papua, NRFPB), Koalisi Pembebasan Nasional Papua Barat (West Papua National Coalition for Liberation, WPNCL) dan Parlemen Nasional Papua Barat (National Parliament of West Papua, NPWP).
Meski dianggap tokoh separatis, Benny nyatanya pernah mendapat penghargaan karena dianggap menjadi tokoh yang memperjuangkan keadilan. Dua penghargaan yang diraihnya, yaitu Nobel Peace Prize dan Freedom of Oxford.
Menurut informasi dari salah satu warga Papua yang mengenal Benny Wenda, kini Benny tengah menderita sakit HIV, namun Benny tetap beraktivitas melalui dunia maya. (Maliki)