JAKARTA, channel-indonesia.com – Melihat peluang menguntungkan dua pasangan suami istri (pasutri) berinisial IR dan ST yang diketahui mantan pegawai klinik aborsi dikawasan Tanjung Priok, Jakut memilih untuk buka usaha praktek aborsi ilegal.
Namun, keduanya tidak berkutik ketika diringkus oleh penyidik Subdit Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling), Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya ketika sedang melakukan aborsi terhadap seorang wanita berinisial RS di Kampung Cibitung, Pedurenan, Mustika Jaya, Bekasi, Jabar.
“IR yang melakukan praktek aborsi tidak memiliki kompetensi sebagai tenaga kesehatan, atau dokter. Cuma berdasarkan pengalaman yang bersangkutan pernah bekerja di klinik aborsi tahun 2000 selama 4 tahun,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (10/2).
“Tugasnya melakukan pembersihan, sudah di cek tempatnya sudah tutup. Dari situ ia belajar untuk melakukan praktek aborsi,” lanjut Yunus.
Menurut Yunus, kepada penyidik pelaku mengaku sudah melakukan aksinya baru sebulan. Namun, polisi masih mendalaminya.
“Ditahun 2020 bulan September membuka didaerah Bekasi, sempet 1 bulan pengakuannya buka disana, 15 korban, tapi yang berhasil dilakukan tindakan aborsi 12. Kami masih mendalami, apakah pengakuan dari tersangka ini benar,” jelas Yunus.
Yunus menuturkan, dalam aksinya pelaku berinisial IR melakukan aborsi. Sedangkan, pelaku berinisial ST yang mencari ibu hamil yang akan menggugurkan kandungannya.
“IR ini perannya melakukan tindakan aborsi. Kemudian saudara ST yang merupakan suaminya sendiri yang berperan sebagai pemasaran, mencari pasien yang ingin aborsi. Kemudian ini satu ibu rumah tangga, satu perempuan inisial RS, ini adalah ibu daripada janin yang dilakukan aborsi,” ujar Yunus.
Namun, Yunus mengungkapkan, tidak semua kandungan yang bisa diaborsi, dan dilihat dari usia kandungan.
“Dia tidak berani melakukan diatas 8 Minggu keatas, dia hanya berani di dua bulan kebawah,” tegasnya.
Yunus mengatakan, untuk biaya aborsi kedua pelaku memasang tarif Rp5 juta.
“Tarif yang diterima Rp5 juta.Tetapi, yang masuk ke ibunya ini cuma Rp2 juta karena melalui calo lagi, dan teman-teman sudah sering beberapa pengungkapan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya memang disini ada calo yang berperan jadi Rp 3 juta untuk calo, Rp2 juta untuk ibu IR itu pembagiannya,” pungkas mantan Kepala Bidang Humas Polda Jabar ini.
Pelaku dijerat dengan Pasal 194, Pasal 175 UU Nomor 36 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp1 miliar, Pasal 77 UU Nomor 35 tentang perlindungan anak serta Pasal 64 tentang tenaga kesehatan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. (Arif)