Bakar Batu Awal Perdamaian di Tanah Papua

Bakar Batu Awal Perdamaian di Tanah Papua

ABEPURA – Upacara adat bakar batu yang digelar di Hawai distrik Sentani Kab. Jayapura, Kamis (5/9) kemarin  mengawali permulaan perdamaian di Papua.

Acara adat bakar batu yang dilaksanakan TNI/Polri bersama masyarakat dalam rangka menjaga kamtibmas di Tanah Papua pasca aksi demo yang berujung anarkis.

Upacara adat yang digelar pukul 14.20 WIT ini  dihadiri pihak keamanan dari TNI/Polri, masyarakat Papua,tokoh agama, tokoh adat serta pejabat pemerintahan setempat.

Calon Pangdam Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab mengatakan keamanan menjadi tanggung jawab bersama, bukan apkam TNI/Polri saja, tetapi  keamanan dan kenyamanan tercipta karena sinergitas TNI/Polri dengan masyarakat.

” Yang sudah terjadi biarlah berlalu dan kita buka lembaran baru dalam menyongsong Papua yang lebih aman dan nyaman.,” tuturnya dihadapan masyarakat dan tokoh Papua.

Hal senada juga dikatakan Pati Analis Mabes Polri, Irjen Pol. Paulus Waterpouw, kedepan diharapkan semua lapisan masyarakat maupun tokoh harus saling menciptakan perdamaian dan kenyamanan, agar Papua bisa maju ke arah yang lebih baik.

” Kita tahu adat, kita hari ini kumpul disini sepakat untuk menciptakan perdamaian di Tanah Papua. Keamanan dan kenyamanan untuk kita semua. Kita harus memajukan SDM dan SDA orang Papua dan itu sudah menjadi prioritas pemerintah pusat. Dukung anak-anak kita yang kuliah di luar Papua untuk tetap kuliah di sana dan pulang membawa kesuksesan. Berikan motivasi dan semangat kepada mereka bahwa di Papua aman dan damai serta terjalin kerukunan satu sama lain.,” ungkap Waterpouw.

Komandan Korem 172/PWY Kolonel Inf J. Binsar P. Sianipar menambahkan bahwa semua pihak bertanggung jawab atas situasi dan kondisi di Tanah Papua tanpa melihat perbedaan suku, agama dan budaya.

Lebih lanjut binsar menyampaikan, Papua adalah Indonesia, semua yang tinggal di Papua adalah Indonesia, jangan dibeda-bedakan. Untuk itu semuanya bertanggung jawab atas kedamaian di tanah Papua.

Sementara itu, dalam kegiatan tersebut para ketua adat meminta maaf atas kerusuhan yang terjadi dan berjanji menjaga perdamaian di Papua.

Salah satu Ketua Adat Lapago, Kogoya meminta maaf atas kejadian rusuh di Papua yang sudah terjadi. Dia berjanji akan ikut menjaga kedamaian Papua.

“Anak-anak kami membakar kantor MRP, kantor Telkomsel, dan kantor di gubernur sana kami sebagai kepala adat wilayah Lapago dan wilayah gunung dan atas semua wilayah adat minta maaf sebesar-besarnya pihak-pihak dan korban, kami minta maaf, tujuan intinya kita semua harus damai, titik, jangan terulang lagi,” ujar Kogoya.

Menjelang sore pukul 16.30 WIT acara adat bakar batu selesai, namun sebelumnya diadakan acara makan bersama tanda sudah ada perdamaian di Alam Papua.

Sebagai informasi, tradisi bakar batu merupakan salah satu tradisi penting di Papua yang berupa ritual memasak bersama-sama warga satu kampung yang bertujuan untuk bersyukur, bersilaturahim (mengumpulkan sanak saudara dan kerabat, menyambut kebahagiaan (kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku), atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang.

Tradisi Bakar Batu umumnya dilakukan oleh suku pedalaman/pegunungan, seperti di Lembah Baliem, Paniai, Nabire, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Dekai, Yahukimo dll.

Disebut Bakar Batu karena benar-benar batu dibakar hingga panas membara, kemudian ditumpuk di atasnya makanan yang akan dimasak seperti sayur mayur, babi, ayam. Pada acara adat bakar batu ini, bagi yang muslim mereka memakan ayam, sedangkan yang nasrani menkonsumsi daging babi, ada tercipta persaudaraan,toleransi dan solidaritas antar umat yang berlainan agama dalam asap bakar batu.

Acara adat bakar batu ini di masing-masing tempat/suku, disebut dengan berbagai nama, misalnya Gapiia (Paniai), Kit Oba Isogoa (Wamena), atau Barapen (Jayawijaya).(Maliki)

Related Articles